Home Gaya Hidup Sastrawan Sumut Akui Kesulitan Menciptakan Sastra Anak

Sastrawan Sumut Akui Kesulitan Menciptakan Sastra Anak

Medan, Gatra.com - Sastrawan Sumatera Utara (Sumut) mengaku kesulitan menciptakan karya sastra untuk anak-anak. Terutama dari sisi penulisan dan diksi yang digunakan. 

Padahal, sebagai daerah yang kaya akan ragam budaya, sastrawan Sumut sangat berpeluang membidik segmen ini sebagai bagian dari kreativitas mereka. Demikian salah satu poin diskusi pada Pertemuan Sastrawan III yang digagas Balai Bahasa Sumatera Utara (BBSU). 

Kegiatan ini berlangsung di BBSU, Jalan Kolam Ujung, Medan Estate, Kamis (26/9). Salah seorang sastrawan Agus Mulia mengatakan, biasanya sastrawan Sumut mengalami sejumlah kendala. Yang paling umum adalah diksi dan gaya penulisan. 

"Banyak teman mengaku kesulitan, terutama karena harus menyesuaikan diksi dan gaya penulisan. Mungkin karena selama ini mereka menulis untuk konsumsi dewasa dan ditulis sebagai bacaan serius," kata Agus.

Pendapat berbeda disampaikan sastrawan Teja Purnama. Menurutnya, sastra anak tidak melulu sastra tradisional seperti dongeng maupun legenda. Dikatakannya, sastra anak juga menyesuaikan zaman dan kondisi sosial yang dialami anak-anak. 

Menurutnya sastra serius bisa juga menjadi bacaan anak-anak, sepanjang ia akrab dengan diksinya. "Saya kira sejumlah puisi penyair Joko Pinurbo dalam kumpulan 'Celana' tidak begitu sulit dipahami anak-anak, meski puisi itu bukan berarti puisi anak," kata Teja. 

Ia mencontohkan, puisi Joko berjudul "Celana Ibu". Menurut Teja, diksi dalam puisi itu, bagi sebagian anak-anak, khususnya yang berlatarbelakang Kristen, cukup akrab. Sehingga menurut Teja, masalah diksi dalam sastra anak, tidak selalu menjurus kekanak-kanakan.

Sementara itu, sastrawan Sartika Sari mencermati, sastra anak jangan sampai berjarak dari realita anak. Jarak itu, sambung Sartika, bisa terjadi karena frame sastrawan mungkin tidak selaras dengan kehidupan anak-anak.

"Sastrawan merasa sastra anak seperti yang ia pikirkan dan kemudian ia tulis. Padahal realita itu belum tentu sesuai," terangnya.

Sebelumnya, salah seorang peneliti BBSU yang menjadi pemantik diskusi, Sahril mengatakan, sastra anak bisa ditulis oleh anak atau juga ditulis orang dewasa menyesuaikan kebutuhan dan keterbacaan anak-anak.

Menurutnya, Sumut sangat potensial karena keberagaman budaya yang dimilikinya. Potensi itu bisa menjadi sumber kreativitas, termasuk inspirasi untuk menghasilkan karya sastra anak yang berwajah keindonesiaan.

"Ke depan, fokus BBSU adalah sastra anak. Sejumlah program terkait itu juga sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir ini," kata Sahril.

Reporter: Jones

695