Home Milenial Proses Pembelajaran Menjadi Berbeda saat Pandemi COVID-19

Proses Pembelajaran Menjadi Berbeda saat Pandemi COVID-19

Jakarta, Gatra.com – Proses pembelajaran menjadi berubah atau berbeda saat pandemi COVID-19 menyerang Tanah Air, terutama khususnya di perguruan-perguruan tinggi. Di mana banyak yang menyebut sebagai remote teaching.

Hal itu dikatakan oleh Kepala Indonesia Cyber Education (ICE) Institute, Prof. Paulinna Pannen, dalam seri webinar yang diselenggarakan oleh ICE Institute dan Universitas Terbuka (UT), yang bertajuk “AI (Artificial Intelligence) For Online Learning”, serta disiarkan langsung via Zoom dan kanal YouTube Universitas Terbuka TV pada Kamis, (27/5).

“Kalau di luar negeri dibilangnya emergency remote teaching, atau teman-teman di Indonesia seringkali mencampuradukkan dengan pendidikan jarak jauh ya,” ucapnya.

Akan tetapi, kata Paulinna, pada dasarnya adalah pendidikan yang lebih memberikan fleksibilitas di manapun, siapapun dan kapanpun untuk mahasiswa yang akan belajar. Hal ini kian memperkuat kedudukan dan konsepsi ICE Institute untuk dijalankan.

Sementara itu, ia menerangkan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim pada akhir tahun 2019 lalu telah mencanangkan kebijakan yang disebut “Merdeka Belajar Kampus Merdeka”. Namun, khusus untuk Ice Institute disebut sebagai Freedom Learning for All atau Merdeka Belajar untuk Semua.

Salah satu kemungkinan dari Merdeka Belajar itu, ujar Paulinna, adalah mahasiswa di perguruan tinggi dapat mengambil mata kuliah 20 kredit dari program studi (prodi) lain di perguruan tingginya. “Jadi belanja ke prodi lain,” jelasnya.

Tetapi, lanjut Paulinna, di samping itu juga mereka punya kesempatan untuk mengambil 40 kredit mata kuliah dari perguruan tinggi lain, termasuk perguruan di luar negeri. “Nah ini mengkonstitusi 60 kredit yang memang dalam kerangka yang dijalankan dalam kerangka Merdeka Belajar,” katanya.

Tambah Paulinna, Ice Institute di sini berperan untuk menjadi jembatan terhadap perolehan kredit-kredit tersebut dari berbagai perguruan tinggi dalam mewujudkan digital credentialing.

“Tidak harus mahasiswanya pindah, misalnya dari Jawa Timur harus pindah ke Binus untuk mengambil yang 40 kredit, tidak seperti itu. Tapi kita bisa lakukan semuanya secara digital, secara online ya. Sehingga memperoleh credential juga secara digital,” tuturnya.

“Nah, ICE Institute mengupayakan hal tersebut dengan mengembangkan pemanfaatan micro credential atau block chain, teknologi yang kita gunakan,” imbuh Paulinna.

132