Home Nasional Tunda Pemilu Mencuat, Muncul Penceramah Radikal, Ini Ciri-cirinya

Tunda Pemilu Mencuat, Muncul Penceramah Radikal, Ini Ciri-cirinya

Jakarta, Gatra.com- Di tengah heboh tunda Pemilu, muncul isyu penceramah radikal. Kedua isyu saling timpa, tetapi penceramah radikal tidak cukup radikal untuk menututup isyu tunda Pemilu. Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Nurwakhid, membeberkan ciri-ciri penceramah berpaham radikal untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.

Untuk mengidentifikasi penceramah radikal, Nurwakhid mengurai lima indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan oleh penceramah. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-idieologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran berita bohong alias hoaks.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta bersikap intoleran terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan anti-budaya ataupun anti-kearifaan lokal keagamaan.

“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman”, tutur Nurwakhid dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, (5/3)

Sejalan dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi tertentu ke tengah masyarakat.

Menurut Nurwakhid, terdapat tiga strategi yang dilakukan oleh kelompok radikalisme. Pertama, mengaburkan, menghilangkan, bahkan menyesatkan sejarah bangsa. Kedua, menghancurkan budaya dan kearifan lokal bangsa Indonesia. Ketiga, mengadu domba di antara anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA.

Strategi ini, kata Nurwakhid, dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa. Proses penanamanya, ujarnya, dilakukan secara masif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah berpaham radikal.

“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat ”, tandas Nurwakhid.

Pernyataan-pernyataan Nurwakhid ini merupakan terjemahannya atas arahan Presiden Jokowi pada Rapat Pimpinan TNI-Polri di Mabes TNI, Jakarta, Selasa, (1/3/2022). Menurutnya, arahan presiden wajib ditanggapi serius oleh seluruh kementerian, lembaga pemerintah, dan masyarakat pada umumnya tentang bahaya radikalisme.

“Sejak awal kami (BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama”, tegas Nurwakhid.

199