Home Ekonomi BBM Naik, KADIN: Pemerintah Harus Siapkan Strategi Kendalikan Inflasi

BBM Naik, KADIN: Pemerintah Harus Siapkan Strategi Kendalikan Inflasi

Jakarta, Gatra.com– Terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid menilai kondisi perekonomian global, termasuk Indonesia sedang dalam masa pemulihan dan trennya terus membaik serta mengarah pada pertumbuhan. Namun, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti risiko resesi global, inflasi energi dan juga pangan dikarenakan daripada Perang Rusia-Ukraina.

“Kondisi ini yang membuat kita juga harus memiliki strategi, termasuk dalam persoalan fiskal," kata Arsjad dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/9). Baca juga: Pengamat Nilai Harga BBM Non Subsidi Turun Hanya Kebetulan, Sinyal Subsidi Malah Naik! Pengamat Nilai Harga BBM Non Subsidi Turun Hanya Kebetulan, Sinyal Subsidi Malah Naik!

Dalam kondisi pemulihan dan ancaman resesi global, lanjut dia, Indonesia butuh keleluasaan ruang fiskal untuk bergerak lincah menjaga keseimbangan keuangan negara dan dorongan agar ekonomi tetap tumbuh.

"Jika ruang fiskal kita sempit akibat keuangan negara habis untuk subsidi BBM, sektor prioritas lainnya seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, pangan dan lainnya akan terkena imbas,” kata Arsjad.

Pemerintah resmi menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi beban berat keuangan negara akibat subsidi energi yang terus membengkak. Seperti diketahui, saat ini subsidi BBM kurang lebih mencapai Rp502,4 triliun atau menghabiskan sekitar 25% APBN 2022.

Kenaikan harga BBM diumumkan langsung oleh Presiden Jokowi, Sabtu (3/9) kemarin. Tiga jenis BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp1.000 per liter. Solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter dan Pertamax dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.

Presiden Jokowi mengungkapkan, berdasarkan penghitungan pemerintah kenaikan harga BBM ini akan menambah inflasi sebesar 1,8 persen. Kendati begitu, presiden mengatakan memastikan pemerintah terus melakukan tindakan baik ditingkat pusat maupun daerah untuk mengendalikan inflasi.

Pemerintah Perlu Ambil Langkah Mitigasi Inflasi

Mengenai adanya kenaikan inflasi seperti yang dikatakan Presiden Jokowi, Arsjad meminta pemerintah segera mengambil langkah strategis dan mitigasi terkait inflasi dan belajar dari kenaikan BBM yang lalu-lalu.

Berdasarkan data BPS, dampak kenaikan harga BBM pada 2005 mendorong inflasi mencapai 17 persen. Sementara itu, saat kenaikan harga BBM pada 2013 besaran inflasi 8,38 persen dan pada 2014 sebesar 8,36 persen. 

“Saat ini subsidi kita menghabiskan sekitar 25% APBN 2022. Ini angka yang sangat besar. Persoalannya, sekitar 70% subsidi BBM ini dinikmati oleh kelompok yang mampu," papar Arsjad.

Hal ini memperlihatkan subsidi BBM tidak tepat sasaran. "Padahal tujuan utama dari alokasi subsidi adalah untuk menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat pada golongan pra-sejahtera,” jelasnya.

Perkuat Bansos dan Percepat Transisi Energi

Arsjad menambahkan, masyarakat miskin dan rentan memerlukan bantuan yang lebih tepat. Langkah pemerintah untuk mengalokasi 25% dana APBN ini dengan bansos atau BLT sudah tepat agar Indonesia bisa keluar dari jeratan subsidi bahan bakar minyak yang buruk untuk lingkungan.

Selain itu, dana subsidi BBM yang sebesar itu akan berdampak besar bagi masa depan jika dialokasikan untuk membangun 200 ribu SD, 40 ribu Puskesmas dan 3 ribu RS di daerah 3T.

“Saat ini, untuk mencegah dampak sosial bagi kelompok masyarakat rentan, pemerintah menggelontorkan BLT untuk keluarga pra-sejahtera, kelompok rentan seperti nelayan dan petani dan masyarakat miskin serta BSU bagi karyawan untuk menjaga daya beli serta mobilitas mereka," jelas Arsjad.

Adapun pemerintah menambah alokasi bansos sebesar Rp24,17 triliun tahun ini. Itu sangat tepat. Dari sudut dunia usaha, Arsjad mengakui kenaikan BBM ini memang pastinya akan menimbulkan kenaikan harga di beberapa sektor terutama transportasi dan logistik.

UMKM Butuh Insentif

Akibat biaya logistik yang naik, barang dan jasa juga akan terkerek naik terutama di UMKM yang ketergantungan akan BBM tinggi. Namun, sambung Arsjad, tidak ada cara lain untuk menanggung konsekuensi ini bersama.

“Secara persentase kenaikan BBM bersubsidi pertalite sebesar 30% dan solar 32%. Dengan kontribusi BBM terhadap inflasi sebesar 4% pada Juli 2022, maka penyesuaian kenaikan harga produk sekitar 12-13% dari harga semula," lanjut Arsjad.

KADIN Indonesia menghitung industri berskala besar dan sedang tidak akan terlalu terdampak karena menggunakan BBM nonsubsidi. "Namun, untuk skala UMKM tentu akan langsung menyesuaikan, sehingga perlu insentif seperti subsidi bunga KUR, insentif pajak hingga permodalan,” jelasnya.

164