Home Nasional Sebagai Partai Besar, Pengamat Nilai Golkar Harus Majukan Capres dari Kader Sendiri

Sebagai Partai Besar, Pengamat Nilai Golkar Harus Majukan Capres dari Kader Sendiri

Jakarta, Gatra.com - Ketua DPD Golkar Jawa Timur, Sarmuji, mengatakan ‘mesin Golkar; sudah berjalan di Jawa Timur, untuk memenangkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto. Bahkan sosialisasi yang dilakukan Golkar di Jatim, sampai ke tingkat desa.

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menilai pernyataan Golkar Jatim cukup beralasan mengingat perkembangan dinamika politik saat ini yang sudah mulai mengerucut pada pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

"Jangan sampai Golkar ketinggalan kereta. Nanti dalam komposisi 2 atau 3 pasang capres-cawapres, jangan sampai tidak ada kader Golkar. Itu yang menjadi bayang-bayang Golkar sebagai partai besar," tegas Ari dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (24/2).

Terbaru, PKS telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres yang nantinya akan diusung bersama anggota Koalisi Perubahan.

Selain itu, Ari menerangkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang mengutamakan basis politik gagasan dan ide patut untuk segera mendeklarasikan pasangan capres-cawapres. Mengingat tujuan KIB adalah untuk melanjutkan legasi Presiden Joko Widodo.

"Kalau dari awal KIB ini meneruskan legasi Pak Jokowi, dia tidak mungkin bergabung dengan Koalisi Perubahan. Itu membuat demarkasi politik yang jelas," ungkapnya.

Untuk itu, sebagai partai 3 besar, Golkar akan mempertaruhkan harga diri politiknya jika hanya menjadi penonton dalam bursa Capres-cawapres 2024. Di sisi lain, dinamika pencalonan semakin mengerucut ke pasangan capres-cawapres. Oleh sebab itu, Ari menyarankan Golkar perlu segera menyiapkan strategi jitu untuk bursa capres-cawapres tersebut.

"Kader partai dalam posisi capres atau cawapres akan memberikan efek elektoral ke partai politik. Jangan sampai bursa capres-cawapres tidak memberikan efek elektoral pada partai," tambahnya.

Ari mengungkapkan Golkar juga harus menjadikan efek ekor jas dalam bursa Pilpres 2024 untuk memaksimalkan potensi kemenangan partai berlambang pohon beringin itu. Pemilu 2024 tidak semata untuk mengejar kemenangan pileg, tetapi juga memperoleh keuntungan dari efek ekor jas dari pencapresan kader.

"Walaupun pertimbangan utamanya adalah elektabilitas partai di pemilu legislatif, tapi pemilu presiden harus memberikan impact pada Pileg-nya. Apapun partai harus memperoleh kemenangan maksimal di Pemilu 2024," pungkasnya.

Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin mengatakan, partai manapun akan mencoba menang di kantong kantong suara, seperti di Jawa Timur.

“Nah, kita tahu dimana banyak pemilih, menjadi wilayah strategis maka parpol akan mati matian, untuk bisa menang. Jatim strategis karena pemilihnya nomor dua terbesar se-Indonesia, suka tidak suka, capres cawapres dan parpol akan menggarap Jatim sebagai basis masa dukungan,“ jelas Ujang, Jumat (24/2).

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menambahkan, Golkar memiliki peluang untuk berjaya di Jatim, salah satunya karena memiliki kader yang populer, yaitu mantan gubernur Soekarwo atau Pakde Karwo.

“Dengan Pakde Karwo sedikit banyak akan berpengaruh, karena Pakde Karwo mantan gubernur 2 periode, ada pengikut, ada pasukan, yang bisa jadi jumlahnya besar, pengaruhnya juga tinggi di Jatim, sehingga sedikit banyak akan membantu menaikkan elektabilitas Airlangga di Jatim,” ungkap Ujang.

Di Partai Golkar, Pakde Karwo menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar.

Berdasarkan Munas Partai Golkar, Ketum Airlangga adalah Capres dari Golkar. Diharapkan, Airlangga bisa menjadi Capres Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), tempat Golkar bernaung. Tapi, menurut Ujang, tiket capres KIB ada di tangan Presiden Joko Widodo.

“Tergantung Pak Jokowi tiketnya akan diberikan ke siapa. Saya melihat kans Airlangga sebagai Capres KIB masih ada. Namun kita lihat perkembangannya; apakah Airlangga bisa jadi capres KIB atau yang lain, karena proses politik dinamiknya begitu cepat dan selalu berubah,” tandas Ujang.

42