Home Ekonomi Warganet Persoalkan Harga Tiket Konser Coldplay Dikenakan Pajak 15%, Begini Respons Ditjen Pajak

Warganet Persoalkan Harga Tiket Konser Coldplay Dikenakan Pajak 15%, Begini Respons Ditjen Pajak

Jakarta, Gatra.com - Jagat media sosial tengah ramai membicarakan ihwal harga tiket konser Coldplay yang direncanakan bakal manggung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 15 November 2023 mendatang. Diketahui, promotor konser Coldplay yaitu PK Entertainment membanderol tiket dari harga termurah yaitu Rp800.000 hingga yang termahal Rp11.000.000. Adapun yang dipersoalkan netizen yakni harga tiket tersebut ternyata belum termasuk pajak sebesar 15%, biaya layanan 5% dan biaya lainnya.

Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan pun memberikan respons terkait hal tersebut. Direktur Peraturan Perpajakan I, Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa pengenaan pajak pada tiket konser Coldplay diatur berdasarkan Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

"Kita (Ditjen Pajak) tidak pernah mengatur. Itu jadi pajak daerah," ujar Yoga di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis (11/5).

Yoga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) tiket konser tidak termasuk yang dikenakan PPN. Pengenaan pajak 15% di tiket konser Coldplay, kata dia telah menjadi wewenang Pemerintah Daerah (Pemda) tempat dilaksanakannya konser, yakni DKI Jakarta.

"Karena itu sudah objek, kita serahkan kepada daerah menjadi objek pajak daerah. Jadi kita tidak mengatur, baik (pajak) 15% apakah mau seperti apa, itu sepenuhnya di sana," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Ditjen Pajak, Dwi Astuti menegaskan bahwa ketentuan penetapan pajak tiket konser Coldplay oleh Pemda diatur berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan.

"Gara-gara Coldplay mau show di Jakarta dan netizen ribut, katanya pajaknya besar dan ada fee-nya segala. Kami tekankan bahwa itu adalah kewenangan Pemda untuk mengatur," ucap Dwi.

Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menuturkan bahwa meskipun pajak hiburan menjadi kewenangan Pemda, namun laporan bulanannya tetap disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Menurutnya, laporan pajak hiburan dari daerah dibutuhkan untuk menghitung perkembangan pajak sektor tertentu seperti pariwisata, transportasi hingga makanan dan minuman.

"Data itu juga sangat penting untuk DJP bisa melihat industri pariwisata tumbuh dan memberikan dampak," imbuh Yon.

58