Jakarta, Gatra.com - Pengguna rokok elektrik di Indonesia mencapai 2,2 juta orang. Anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, Erlina Burhan, menyebut bahwa rokok elektrik maupun rokok pada umumnya sama-sama berbahaya bagi kesehatan.
"Rokok konvensional dan elektrik sama-sama mengandung nikotin, bahan karsinogen, dan bahan toksik lainnya. Keduanya sama-sama adiksi dan berbahaya," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (30/12).
Ia turut menerangkan beberapa bahan di dalam rokok elektrik seperti nikotin, cairan perasa, logam, hingga silikat dan nanopartikel. Keberadaan bahan-bahan ini membuat perokok tetap berisiko mengalami gangguan kesehatan.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa risiko rokok elektrik mirip dengan rokok konvensional. Dengan zat kimia yang terkandung di dalamnya, perokok dan orang di sekitarnya terekspos zat penyebab kanker, zat penyebab iritasi dan radang paru, hingga terdapat risiko luka bakar akibat baterai litium di alat rokok elektrik.
"Potensi toksisitas karena kandungan cairan rokok elektrik masih ada. Pengguna juga berpotensi terus kecanduan nikotin," lanjutnya.
Menurutnya, alasan orang beralih ke rokok elektrik untuk mengurangi jumlah rokok konvensional juga tidak dapat dibenarkan. Faktanya, rokok elektrik pun tidak membuat orang mudah terlepas dari rokok konvensional. Bahkan, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) belum menyetujui rokok elektrik sebagai alat bantu berhenti merokok.
Ia menegaskam bahwa rokok elektrik tidak direkomendasikan untuk modalitas berhenti merokok. Masyarakat diminta waspada dengan potensi risiko di balik rokok elektrik, serta menjaga generasi muda tidak kecanduan rokok.
"Rokok elektrik tidak dapat dikatakan aman, disarankan tidak digunakan sampai terbukti aman," pungkasnya.