Home Politik Banyak Kader Diintimidasi Perusahaan, Partai Buruh Geruduk Bawaslu

Banyak Kader Diintimidasi Perusahaan, Partai Buruh Geruduk Bawaslu

Jakarta, Gatra.com - Partai Buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, di Jakarta, Selasa (2/1).

Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin, membeberkan sejumlah tindakan intimidasi dan pembatasan yang dialami para kader Partai Buruh di tempat kerjanya.

"Kami hadir di sini atas kegelisahan yang dialami kawan-kawan kami, para anggota termasuk para caleg di berbagai daerah yang mengalami kerugian atas perlakuan yang tidak adil dari pihak-pihak tertentu," ujar Said Salahudin.

Said mengungkapkan bahwa diskriminasi kepada pekerja dan buruh untuk mengimplementasikan hak politiknya terus terjadi sepanjang masa tahapan Pemilu.

"Sejak dimulainya tahapan verifikasi partai politik, banyak terjadi kasus pekerja/buruh yang dilarang oleh instansi atau perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi pengurus, bahkan untuk sekadar menjadi anggota Partai Buruh." bebernya.

Said menyinggung tentang pemegang jabatan di level manajemen bisa dengan bebas berpartai, tetapi buruhnya dilarang berpolitik.

"Ancamannya selalu seragam, jika berpolitik akan dipecat atau kontrak kerjanya tidak akan diperpanjang." tuturnya.

Said mengungkapkan bahwa ada perusahaan yang sampai melarang pekerjanya untuk membuat postingan yang terkait dengan partai politik di media sosial.

"Gerak-gerik pekerja diluar perusahaan pun dimata-matai." ujarnya.

Lebih lanjut, Said mengatakan bahwa kondisi lebih parah terjadi di masa tahapan pencalonan. Menurutnya, banyak caleg Partai Buruh yang dipaksa cuti tanpa dibayarkan upahnya. Sebagian yang lain diminta mengundurkan diri setelah ditetapkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) oleh KPU.

"Kasus yang paling ironis terjadi di Sulawesi Utara. Sebuah perusahaan BUMN secara sengaja menghambat kader Partai Buruh untuk ikut dalam pencalonan dengan cara tidak menerbitkan surat pemberhentian," jelasnya.

Padahal, lanjut Said, buruh bersangkutan sudah berulang kali mengajukan permohonan berhenti dari tempatnya bekerja. Akibatnya, KPU Sulut mencoret kader Partai Buruh dari DCT.

Said memandang bahwa sejatinya kasus-kasus di atas tidak akan terjadi jika Bawaslu menjalankan fungsi pencegahan dengan cara mengingatkan instansi dan perusahaan tentang hak politik para buruh.

"Sayangnya, Bawaslu hanya berdiam diri. Bahkan Bawaslu membenarkan tindakan pencoretan kader Partai Buruh dari DCT DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Padahal Bawaslu seharusnya justru berperan melindungi hak politik warga negara." tuturnya.

Said menegaskan bahwa sejak terbit Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003, tanggal 24 Februari 2004, dan dinyatakan kembali dalam banyak putusan yang lain, MK telah tegas menyatakan bahwa Hak konstitusional warga negara untuk berpolitik, termasuk hak untuk dipilih.

"Pembatasan, penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara," tegasnya.

Said menyebutkan bahwa Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga juga menjadi landasan oleh Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan alasan hukum di atas, jelas Said, Partai Buruh mendesak kepada Bawaslu untuk, menerbitkan imbauan kepada instansi pemerintah, BUMN/BUMD, maupun perusahaan swasta untuk tidak melakukan tindakan pelarangan, pengancaman, serta intimidasi kepada pekerja atau buruh yang menjadi anggota, pengurus, termasuk menjadi calon anggota legislatif atau caleg.

"Bawaslu harus memberikan jaminan kebebasan berpolitik kepada para pekerja atau buruh," tegasnya.

Kedua, Bawaslu RI harus mengambil alih kasus caleg DPRD Provinsi Sulawesi Utara asal Partai Buruh yang dicoret dari DCT melalui mekanisme Koreksi Putusan dengan cara membatalkan Putusan Bawaslu Sulawesi Utara.

"Hal tersebut dibenarkan menurut ketentuan Pasal 85 Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum." jelasnya.

80