Home Pendidikan Sekolah Penggerak, Profil Pelajar Pancasila Jadi Unggulan Kurikulum Merdeka

Sekolah Penggerak, Profil Pelajar Pancasila Jadi Unggulan Kurikulum Merdeka

Purworejo, Gatra.com- Sekolah Penggerak adalah sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dengan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang mencakup kompetensi dan karakter yang diawali dengan SDM yang unggul (kepala sekolah dan guru). Selain itu Sekolah penggerak harus dipimpin oleh Kepala Sekolah (Kasek) Penggerak. Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, baru ada empat sekolah penggerak, yakni di Kecamatan Pituruh, Kemiri, Banyuurip dan Purwodadi. 

"Keuntungan sekolah penggerak, guru-guru akan diajari kurikulum merdeka oleh mentor dari dosen-dosen kampus merdeka. Dalam kurikulum merdeka, sistem pendidikan diubah mulai dari sistem mengajar, pengelolaan sekolah hingga hubungan dengan masyarakat. Pembelajaran menggunakan sistem diferensiasi melihat kebutuhan anak," terang Himawan Susrijadi, Kasek SMPN 8 yang berada di Kecamatan Purwodadi, Kamis (14/06).

SMPN 8 merupakan salah satu dari empat sekolah penggerak yang ada di Kabupaten Purworejo. "Sistem pendidikan sekarang berbeda, melihat kompetensi anak. Misalnya, siswa baru besok, di kelas 7 akan dilakukan assesmen untuk mengetahui, sampai mana pemahaman dan penyerapan materi pelajaran yang mereka dapat. Guru harus menyesuaikan dengan cara perlakuan berbeda (terhadap anak yang kompetensinya kurang). Tetapi anak tidak boleh tahu jika ia dibedakan," jelas Himawan.

Dalam pencapaian pembelajaran kurikulum merdeka, buku (mapel) bukan pegangan utama. Guru harus membuat modul sesuai dengan asesmen. Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) mencakup Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang memiliki porsi sebanyak 20-30%. P5 adalah upaya untuk mewujudkan Pelajar Pancasila yang mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Dalam IKM, nilai untuk mapel tidak menjadi pertimbangan. Anak yang nilai matematikanya bagus dengan yang tidak bagus sama, tidak ada anak tinggal kelas. Meskipun begitu, sekolah memiliki rambu-rambu yang dipakai untuk melihat kompetensi siswa, juga tidak ada KKM. Pada tingkatan SMA tidak ada penjurusan (IPA, IPS, Bahasa).

"Ada yang dinamakan fase, saling menutup mulai dari SD hingga SMA berkelanjutan. Seumpama, ada kompetensi yang kurang di SD, maka akan ditutup saat di SMP dan seterusnya. Tidak ada ranking, semua anak punya potensi. Imbasnya mungkin akan banyak les-lesan yang kekurangan murid," tutur Himawan.

332