Home Hukum TPDI & Perekat Nusantara Minta Tunda Pelaksanaan Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres

TPDI & Perekat Nusantara Minta Tunda Pelaksanaan Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres

Jakarta, Gatra.com - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara meminta dialog dengan dengan pimpinan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan gugatan terhadap Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Seperti diketahui, gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru itu meminta agar batas usia minimal capres-cawapres tetap pada usia 40 tahun, kecuali apabila seorang figur yang hendak mencalonkan diri pernah menjabat sebagai Kepala Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Perekat Nusantara dan TPDI ingin menyampaikan beberapa pokok pikiran tentang pelaksanaan putusan MK dimaksud dan sekaligus ingin mendapatkan penjelasan dan informasi terkait kesiapan KPU dan apa hambatan yang dihadapi KPU dalam pembentukan Peraturan Pelaksana sebagai tindak lanjut dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Koordinator TPDI Petrus Selestinus dalam keterangannya, pada Selasa (24/10).

Setidaknya, ada lima poin yang disampaikan TPDI dan Perekat Nusantara dalam kesempatan itu. Poin pertama, yakni berkaitan dengan sifat putusan MK yang final dan mengikat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

Kedua, TPDI dan Perekat Nusantara juga menggarisbawahi bagaimana putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu juga bersifat final dan mengikat, sebab ketentuan tersebut. Padahal, dalam hemat kedua organisasi itu, terdapat sederet persoalan pelanggaran etika, hukum acara, hukum materiil, dan sumpah jabatan hakim konstitusi yang diduga terjadi dalam proses uji materiil atas perkara tersebut.

"Tanpa menyangkal sifat putusan MK yang final dan mengikat sebagaimana didalilkan di atas, namun satu hal yang berbeda dan tidak boleh disamakan adalah, sifat final dan mengikat itu tidak boleh dimaknai dengan wajib dilaksanakan seketika itu juga," ujar Petrus.

Menurut pihaknya, dalam banyak hal, sebuah keputusan tak melulu dapat segera dilaksanakan meskipun telah bersifat final dan mengikat. Ia menyebut, kondisi serupa biasanya muncul akibat persoalan yang lahir dalam tubuh putusan tersebut atau bahkan dari luar putusan yang bersifat prosedur.

Termasuk, kondisi ketika suatu putusan masih memerlukan peraturan hukum pelaksana atau hal lain yang secara hukum dapat mengganggu pelaksanaan peraturan tersebut dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Selain putusan tersebut, TPDI dan Perekat Nusantara juga menilai, ada permasalahan serius lain yang muncul karena adanya persoalan faktual terkait pelanggaran secara bersama-sama yang dilakukan oleh hakim konstitusi, pihak pemohon, dan pihak pemberi keterangan yang dalam hal ini adalah Presiden dan DPR.

Hal itu berkaitan dengan pelanggaran terhadap asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, seperti dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) Undang-undang 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kedua organisasi itu memandang, faktor adanya hubungan keluarga antara Ketua MK Anwar Usman dan Presiden RI Joko Widodo dengan kepentingan dalam gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 seharusnya dapat menjadi alasan bagi Anwar untuk mengundurkan diri dari persidangan perkara yang dimaksud sejak awal.

Seperti diketahui, dengan putusan MK tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuing Raka dapat mengajukan diri sebagai capres maupun cawapres dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 karena telah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat kota meski belum berusia 40 tahun. Gibran pun kini telah diusung sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Adapun, Gibran merupakan putra sulung dari Jokowi yang kini masih menjabat sebagai Presiden RI. Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman diketahui merupakan adik ipar Jokowi usai pernikahan Anwar dengan adik kandung Jokowi, Idayati, pada 2022 silam.

"Namun, hal itu (pengunduran diri Anwar dari persidangan perkara tersebut) tidak dilakukan sehingga memperlihatkan adanya kolusi dan nepotisme yang merusak marwah dan keluhuran martabat Hakim Konstitusi dan kemandirian MK itu sendiri," kata Koordinator Perekat Nusantara Carrel Ticualu dalam keterangan yang sama.

Pihaknya menyebut, putusan MK itu telah berbuntut pada persoalan yang pelik. Oleh karenanya, dalam hemat TPDI dan Perekat Nusantara, langkah bijak KPU untuk menunda pelaksanaan putusan MK tersebut sangat diperlukan, mengingat batas waktu pendaftaran capres-cawapres akan berakhir pada Rabu (25/10) besok.

"Kiranya KPU RI tidak terjebak dalam batas waktu yang akan berakhir, akan tetapi memberikan solusi terbaik guna terselenggaranya Pemilu 2024 secara lebih bermartabat, terhormat, bebas, dan adil," ujar Carrel.

181