Solo, Gatra.com - Meningkatnya kasus stunting tak bisa dilepaskan dari perceraian dan pernikahan kedua. Pernikahan semestinya dilangsungkan pada usia pasutri ideal.
”Perceraian ini diikuti dengan pernikahan kedua dan kehamilan. Biasanya dalam kehamilan ini usia ibu sudah banyak,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Tengah, Eka Sulistia Ediningsih, Kamis (7/12).
Ia menekankan kehamilan pasca-pernikahan kedua berisiko melahirkan bayi stunting karena usia ibu yang tidak ideal. Kehamilan di usia ini menjadikan risiko mengandung dan melahirkan sangat tinggi.”Ini yang membuat kami prihatin,” katanya.
Ia mengatakan kehamilan seharusnya memperhitungkan sejumlah faktor. Pasangan suami istri tidak boleh terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak kehamilan, dan terlalu sering.
Untuk mengantisipasi penambahan kasus stunting akibat perceraian dan pernikahan kedua, BKKBN menggalakkan edukasi mengenai reproduksi sehat dan pemantauan kolektif terhadap ibu hamil dan masyarakat.
”Kami sosialisasikan usia ideal untuk mengandung dan melahirkan. Makanya program peduli ibu hamil itu penting agar lingkungan sekitar juga bisa memantau apakah kehamilan ini berisiko atau tidak,” katanya.
Saat ini angka stunting di Jawa Tengah 20,8 persen. Angka ini hanya turun satu persen dibandingkan tahun lalu. Berdasarkan Perpres Nomor 72 tahun 2021, pemerintah menargetkan angka stunting pada 2024 harus 14 persen. "Artinya saat ini masih kurang 6 persen lagi,” ujarnya.
Adapun Direktur Tata Kelola, Kemitraan, Komunikasi Publik Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Hasyim Gautama, mengatakan penurunan angka stunting menjadi prioritas nasional.
”Perlu upaya lebih untuk mencapai target ini di tahun depan, termasuk penguatan kolaborasi pemerintah dan masyarakat yang diwujudkan dengan model pentahelix,” ujarnya.