Jakarta, Gatra.com - Perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan masih mendapat penolakan dari berbagai pihak. Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro, Zainal Muttaqin mengatakan, penyusunan RUU ini tidak melalui proses yang seharusnya.
"Ada saling lempar tanggung jawab. Tidak ada satu kelompok pun yang mengaku menyusun RUU ini. Organisasi profesi tidak diajak bicara, proses sosialisasi belum mendapat masukan dari semua pihak berkepentingan," ujarnya dalam diskusi yang digelar secara daring, Kamis (18/5).
Baca juga: FDPKKB Minta Presiden Jokowi dan Mahfud MD Ingatkan Menkes soal RUU Kesehatan
Ia menyoroti adanya pernyataan dari Menteri Kesehatan bahwa sudah terdapat 115 acara partisipasi publik dalam penyusunan RUU Kesehatan ini. Namun, pada kenyataannya, meskipun sosialisasi digelar di beberapa rumah sakit, di saat yang bersamaan, beredar pula surat edaran dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) yang meminta semua unit pelaksana teknis Dirjen Yaknkes untuk mendukung dan berpartisipasi positif terhadap RUU Kesehatan.
"Di sisi berusaha mengajak semua orang memberi masukan, tapi di saat yang sama ada pembatasan. Meaningful participation seperti apa itu?" katanya.
Baca juga: Omnibus Law RUU Kesehatan Dinilai Terlalu Dipaksakan dan Minim Urgensi
Ia turut menjabarkan adanya satu kasus, bahwa dua staf tenaga kesehatan di Makassar yang mendapat surat peringatan akibat terlihat hadir di dalam foto pada acara yang meminta penundaan pembahasan RUU Kesehatan ini. Menurutnya, hal ini menunjukkan upaya pembungkaman terhadap demokrasi.
Padahal, bentuk kritik dan permintaan penundaan dilakukan agar RUU Kesehatan yang dihasilkan bisa tepat dan berpihak pada masyarakat. Zainal menyebut bahwa belum jelasnya proses perumusan termasuk pula masih terdapat materi yang dipertanyakan, tidak perlu terburu-buru disahkan, terlebih menjelang pemilihan umum 2024 mendatang.
Senada, Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara, menilai bahwa perumusan RUU yang tidak terbuka ini membuat penundaan pengesahannya diperlukan. Jangan sampai, tidak dilibatkannya masyarakat dan tenaga kesehatan yang secara langsung terdampak dengan aturan ini justru berbalik merugikan dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu di industri kesehatan.
"Berkaitan dengan proses, bahwa proses pembentukan UU baru harus mengingat Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Filosofi kesehatan didasarkan pada layanan hak dasar demi kesehatan rakyat," ungkapnya.